BLITAR – Muhammad Irfan Rusdianto, warga Dusun Centong, Desa Sawentar, Blitar, membuktikan bahwa pembinaan catur sistematis mampu melahirkan atlet berprestasi.
Melalui komunitas Tribina Manunggal yang didirikannya, tim beregu putri asuhannya berhasil merebut medali perunggu pada Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) 2025 mewakili Kabupaten Blitar.
Pria dengan sapaan akrab Irfan yang kini aktif sebagai pelatih, wasit, sekaligus sekretaris Percasi (Persatuan Catur Seluruh Indonesia) di Kabupaten Blitar ini berpendapat kalau catur itu unik, dan itulah yang membuatnya mendirikan komunitas catur.
“Catur itu unik. Olahraga yang menguras banyak energy, tapi tidak mengeluarkan keringat,” ujar Irfan saat ditemui Jawa Pos Radar Blitar, Senin (29/9) lalu.
Perjalanan Tribina Manunggal dimulai pada 2013 dengan melatih tiga cabang olahraga sekaligus, yakni renang, bridge, dan catur. Oleh karenanya, lahirlah sebuah nama komunitas yang filosofis.
Tiga cabang olahraga yang didirikan dan dihimpun dalam satu kesatuan.
Namun, fokus pelatihan kini tertuju pada catur sejak Agustus 2016.
Awalnya berbasis di Kecamatan Wlingi, komunitas ini belum memiliki bendera sendiri dan masih bergabung dengan komunitas Bidak Mahkota.
Tribina Manunggal menerapkan sistem pembinaan dua tingkat, yaitu kelas pemula dan kelas prestasi.
Pemisahan ini bukan berdasarkan usia, melainkan kualitas permainan yang ditunjukkan setiap peserta.
“Kami menentukan jenjang dengan melihat bagaimana mereka menyelesaikan soal catur dan bermain dalam arena semiperlombaan secara tatap muka,” jelas Irfan.
Evaluasi rutin dilakukan setiap Sabtu malam. Pada momen ini, seluruh anggota berkumpul tanpa agenda latihan formal, melainkan bermain bebas.
“Dari situ, kami pantau kemampuan mereka. Yang layak naik ke kelas prestasi akan dipromosikan, begitu pun sebaliknya,” tambahnya.
Kelas pemula menggelar latihan rutin setiap Rabu dan Jumat, sementara kelas prestasi berlatih pada Senin dan Selasa.
Materi pelatihan dirancang bertahap dimulai dari dasar-dasar notasi, pengenalan petak papan catur, rumus pembukaan (opening), variasi, pengembangan permainan babak tengah (middle game), hingga strategi akhir permainan (end game).
“Untuk masuk kelas prestasi, mereka harus menguasai ketiga fase permainan itu,” tegasnya.
Tribina Manunggal mempersiapkan atletnya menghadapi tiga nomor perlombaan: catur kilat, cepat, dan klasik.
Khusus untuk catur klasik, penguasaan ilmu dasar menjadi kunci utama.
Setiap langkah pemain wajib dicatat untuk kemudian dianalisis dan dievaluasi.
Guna mengasah kemampuan atlet, komunitas ini menggelar sparing tanding setiap tiga bulan sekali dengan mengundang pecatur senior.
Selain itu, agenda rutin Piala Percasi se-Blitar Raya diselenggarakan bergilir di berbagai kecamatan.
Bermula dari Kanigoro, Selorejo, Kademangan, dan terakhir di Wonodadi.
Turnamen berikutnya dijadwalkan pada Desember mendatang di Ponggok.
Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Tribina Manunggal juga dijadikan ajang turnamen.
Pada Agustus lalu, turnamen digelar di MAN 1 Blitar sebagai bentuk promosi dan regenerasi atlet.
Berbeda dengan komunitas catur lain yang memanfaatkan platform daring, Tribina Manunggal konsisten melatih secara luring (offline).
Irfan mengakui keterbatasan perangkat yang dimiliki anak-anak didiknya menjadi kendala untuk latihan online.
Promosi komunitas dilakukan melalui mulut ke mulut oleh wali murid, ditambah eksposur dari berbagai turnamen yang diikuti.
Tanggapan masyarakat sejauh ini positif, tanpa ada omongan negatif yang berarti.
Irfan meyakini konsistensi dan ketekunan pelatih menjadi kunci kelancaran pembinaan.
“Selama pelatih konsisten mengajar, tidak ada masalah berarti yang muncul,” tegasnya.
Tantangan terbesar yang dihadapi Tribina Manunggal saat ini adalah mengejar kualitas pecatur senior dari daerah lain.
Irfan menyadari kualitas pecatur senior sangat memengaruhi kemampuan anak didiknya.
Untuk mengatasi kesenjangan ini, dia memanfaatkan teknologi analisis permainan.
“Kami menggunakan Stockfish untuk menganalisis permainan para grandmaster. Dari situ, anak-anak belajar strategi tingkat tinggi,” paparnya.
Dengan tujuan mengembangkan bibit unggul pemain catur di Blitar Raya, Irfan berharap anak didiknya mampu bersaing di tingkat nasional bahkan internasional.
Kiprah Tribina Manunggal membuktikan bahwa pembinaan olahraga berbasis komunitas dengan sistem yang terstruktur mampu melahirkan atlet berkualitas.
Di tengah keterbatasan, konsistensi dan dedikasi menjadi modal utama mengukir prestasi.(*/c1/sub)